Media Coverage
Our works are constantly mentioned in the media, and our lawyers are often approached for their comments on the legal field. Some of our latest media coverage are highlighted below.
Belum Bayar Utang Rp2,8 Miliar, Emiten Galangan Kapal Ini Digugat Pailit
Pandu Gumilar - Bisnis.com24 Oktober 2020 | 14:29 WIB
Bisnis.com, JAKARTA — Emiten galangan kapal berbasis di Pontianak PT Steadfast Marine Tbk. (KPAL) digugat pailit oleh pihak pemasok akibat utang senilai Rp2,8 miliar.
Sekretaris Perusahaan Steadfast Marine Fajar Gunawan membenarkan terkait kabar tersebut. Menurutnya pada tanggal 20 Oktober, perseroan mendapatkan surat gugatan pailit dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penggugat pailit adalah PT International Paint Indonesia dan PT Karyawaja Ekamulia. Emiten bersandi saham KPAL ini memiliki tunggakan utang kepada kedua perusahaan masing-masing sebesar Rp1,7 miliar dan Rp1,1 miliar.
Fajar menegaskan perseroan memiliki hubungan yang baik dengan kedua perusahaan itu. Menurutnya kedua perusahaan dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi pemasok untuk beberapa proyek kapal yang sedang dikerjakan.
"Latar belakang gugatan dikarenakan keterlambatan dalam melakukan pembayaran atas kewajiban kepada para penggugat," ungkapnya dikutip pada Sabtu (24/10/2020).
Fajar menambahkan bila gugatan itu tidak berdampak signifikan bagi perusahaan. Pasalnya, jumlah gugatan hanya sebesar 0,5 persen dibandingkan total aset dan 1,5 persen dibandingkan total ekuitas.
Selain itu, dampak tuntutan tidak berpengaruh bagi kegiatan bisnis dan operasional perseroan. Menurutnya karyawan masih melakukan pekerjaan seperti biasa.
"Kami akan melaksanakan kewajiban dan saat ini sedang dalam tahap perdamaian dengan penggugat," pungkasnya.
Editor : Rivki Maulana
https://market.bisnis.com/read/20201024/192/1309353/belum-bayar-utang-rp28-miliar-emiten-galangan-kapal-ini-digugat-pailit
Praktisi Hukum menilai perubahan KBLI 2020 tidak terlalu banyak merombak susunannya
Selasa, 29 September 2020 / 20:37 WIB | Reporter: Venny Suryanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) resmi melakukan pembaharuan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2020 sebagai perwujudan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi referensi lapangan usaha satu data Indonesia.
KLBI ini diharapkan dapat memberikan kemudahan perizinan dalam berusaha serta meningkatkan investasi di Indonesia.
Adapun, KBLI merupakan klasifikasi rujukan yang digunakan untuk mengklasifikasi aktivitas/kegiatan ekonomi Indonesia ke dalam beberapa lapangan usaha. Sehingga nantinya akan dibedakan berdasarkan jenis kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk atau output berupa barang atau jasa.
Praktisi Hukum sekaligus Advokat dari Kantor Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen mengatakan apabila untuk mendirikan suatu perusahaan yang merujuk pada KBLI, maka BPS perlu menyusun matrik korelasi antara KBLI 2015 dengan KBLI 2020 yang memudahkan instansi terkait untuk menanam matrik tersebut.
“Adapun upaya instansi terkait (terutama AHU dan OSS) perlu bekerjasama dengan BPS untuk meminimalisir perubahan-perubahan dalam sistem perizinan,” kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (29/9).
Tak hanya itu, menurutnya Kementerian Perekonomian juga perlu memastikan juga bahwa KBLI 2020 akan digunakan oleh semua instansi termasuk Dirjen Pajak dan Dirjen Bina Konstruksi dengan penerbitan SBU & SIUJK agar prinsip satu data akan diterapkan.
Adapun, apabila berdasarkan perubahan-perubahan pada KBLI sebelumnya, Hendra bilang tidak perlu ada perubahan bidang usaha sehingga rapat umum pemegang saham (RUPS) tidak diperlukan.
“Tapi dengan sistem OSS sekarang, hal rumitnya adalah dalam sistem OSS, nomor KBLI itu langsung dihubungkan dengan nomor KBLI yang tertera di DNI. Jadi akan menjadi potensi masalah kalau KBLI di DNI tidak sinkron dengan KBLI yang berlaku,” tandasnya.
Namun, perubahan KBLI saat ini dinilai tidak terlalu masif seperti merombak semua susunan KBLI. “Biasanya cuma ada penambahan bidang usaha baru atau bidang usaha yang sudah dijelaskan dengan lebih detail,” tutupnya.
https://nasional.kontan.co.id/news/praktisi-hukum-menilai-perubahan-kbli-2020-tidak-terlalu-banyak-merombak-susunannya
Soal revisi RUU Kepailitan dan PKPU, ini kata pengamat
Kamis, 10 September 2020 / 20:29 WIB
Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menyebutkan, Revisi Undang -Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) masih dalam proses penyusunan.
Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum sekaligus Advokat dari kantor Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen mengatakan, UU kepailitan memang sudah layak untuk direvisi agar dapat mengikuti perkembangan zaman dan situasi terkini. Misalnya, pengaturan agar sidang PKPU atau Kepailitan dan rapat kreditur bisa dilakukan secara online.
Hendra mengatakan, pengaturan lain yang perlu direvisi mengenai kurator dan pengurus yang selama ini terkesan hanya seperti fasilitator rapat kreditur. Padahal, fee mereka terbilang luar biasa besar dan eksesif. "Perlu ada pembatasan terhadap fee pengurus dan kurator," kata Hendra kepada Kontan, Kamis (10/9).
Menurut Hendra, hal ini harus diingat juga bahwa fee tersebut akan dibayar oleh debitur. Padahal, sering debitur diajukan pailit atau PKPU justru karena mereka mengalami kesulitan keuangan. "Sering dalam proses PKPU, debitur dipaksa membayar biaya pengurus dengan ancaman perdamaian tidak akan disahkan. Ini sama saja pihak debitur sudah jatuh tapi tertimpa tangga," ujar dia.
Selain pembatasan fee, lanjut Hendra, RUU baru harus memberikan imunitas dan perlindungan hukum terhadap kurator yang beritikad baik. Hal ini supaya kurator tidak dipidanakan oleh debitur yang beritikad buruk.
Kemudian, RUU Kepailitan tidak boleh menaikkan threshold debitur dinyatakan pailit dengan alasan going concern atau keberlangsungan usaha misalnya. Harus diingat bahwa debitur diajukan pailit justru karena mereka mempersulit pembayaran kepada kreditur, sementara bila melalui jalur perdata akan memakan waktu sangat panjang dan lama. "Jadi syarat dua kreditur seperti saat ini harus dipertahankan," ungkap dia.
Selain itu, Hendra berpendapat tentang usulan Wakil Presiden Maruf Amin terkait perlu adanya pengaturan PKPU dan Kepailitan berdasarkan prinsip syariah. Menurut Hendra, usulan itu tidak perlu karena akan jadi rancu. Apalagi usul itu membawa perkara kepailitan dan PKPU transaksi syariah ke pengadilan agama.
"Peran pengadilan agama tidak perlu diperluas. Apabila ada perkara utang piutang yang lahir dari transaksi syariah maka bisa melalui pengadilan niaga seperti biasa," ujar Hendra.
Bobby R Manalu, pengamat dan praktisi hukum perdata PKPU/Kepailitan yang juga Pengacara dari Kantor Hukum Setiawan Siregar Manalu Partnership (SSMP) menilai, revisi UU Kepailitan dan PKPU diperlukan. Sebab, UU ini sudah berusia cukup lama yakni 16 tahun.
"Urgensinya untuk penyesuaian dengan situasi terkini dan melengkapi hal-hal yang belum tercover dalam praktik, mencegah perbedaan penerapan dalam praktik," kata Bobby kepada Kontan.
Bobby juga berpendapat mengenai usulan Wapres Maruf Amin terkait perlu adanya pengaturan PKPU dan Kepailitan berdasarkan prinsip syariah. Menurut Bobby, jika hasil penelitian menunjukkan ada kebutuhan untuk hal tersebut maka usulan itu mungkin bisa dipikirkan. "Sebaiknya memang revisinya jangan terburu-buru, sehingga revisinya bisa dipakai dalam jangka waktu lebih lama," ucap Bobby.
Sementara itu, Kasubdit Penyusunan RUU Rancangan Perpu dan RPP, Ditjen Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan HAM, Radita Ajie mengatakan, revisi RUU kepailitan dan PKPU masih dalam proses penyusunan antar kementerian. Proses ini diprediksi masih terus berlangsung hingga tahun 2021.
“RUU Kepailitan dan PKPU masih dalam proses penyusunan di Panitia Antar Kementerian tahun ini dan sepertinya tahun depan masih proses,” kata Ajie kepada Kontan, Kamis (10/9).
Ajie menyebut, revisi RUU Kepailitan dan PKPU ini tidak memuat tentang PKPU dan Kepailitan ekonomi syariah. Hal ini karena tidak terdapat dalam naskah akademik revisi RUU tersebut. “Berdasarkan Naskah Akademik tidak ada pengaturan khusus terkait ekonomi syariah,” ucap Ajie.
https://nasional.kontan.co.id/news/soal-revisi-ruu-kepailitan-dan-pkpu-ini-kata-pengamat
Kata pengamat perihal terlapor perkara KPPU yang belum menjalankan putusan
Jumat, 28 Agustus 2020 / 22:43 WIB
Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Deswin Nur mengatakan, saat ini masih terdapat pelaku usaha yang belum menjalankan putusan KPPU meski kasus hukumnya telah inkracht (berkekuatan hukum tetap).
Berdasarkan data KPPU menyebutkan, per 15 Juli 2020 sebanyak 318 terlapor belum menjalankan putusan meski kasus hukumnya telah inkracht dan denda yang belum terbayarkan nilainya mencapai Rp 387,37 miliar.
Jenis perkara yang belum menjalankan putusan itu umumnya terkait dengan perkara persekongkolan tender.
Deswin mengatakan, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Jadi awalnya pemenuhan secara sendiri diwajibkan. Sementara, KPPU memasukkan pemohonan eksekusi ke pengadilan negeri (PN). Dari perintah eksekusi oleh PN, KPPU menyampaikan surat penagihan ke pelaku usaha.
“Kalau mereka tidak kooperatif, kami dapat melakukan hal lain seperti penyampaian lewat kementerian keuangan, pemasukan ke daftar hitam, publikasi di media, atau upaya pidana,” ujar Deswin.
Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum sekaligus Advokat dari kantor Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen mengatakan, KPPU dapat dapat dan harus mengambil langkah yang sesuai koridor dan kewenangannya seperti membuat permohonan eksekusi kepada pengadilan agar menetapkan sita dan melelang aset pelaku usaha.
Menurut Hendra, KPPU tidak perlu melakukan langkah di luar hukum yang kontra produktif dan absurd seperti memasukkan nama pelaku usaha ke daftar hitam. Ia menilai daftar hitam ala KPPU ini tidak berfaedah dan tidak punya kekuatan hukum apa-apa.
“Memangnya apa dampak daftar hitam semacam ini bagi dunia usaha? mungkin KPPU mau meminjam daftar hitam ala Bank Indonesia untuk debitur nakal. daftar hitam bank indonesia bisa membuat bank menolak memberikan pinjaman kepada debitur? bagaimana dengan "daftar hitam ala KPPU"? tidak ada guna sama sekali,” kata Hendra kepada Kontan, Jumat (28/8).
Demikian pula dengan publikasi nama pelaku usaha di media. Hendra menyebut, KPPU adalah lembaga negara yang dibiayai APBN, maka selayaknya KPPU bersikap sebagai lembaga negara dan tidak menggunakan kampanye media dengan tujuan sekedar mendiskreditkan pelaku usaha dan meninggikan diri sendiri.
“Alternatifnya KPPU memang dapat membuat laporan pidana. Namun lebih elok agar KPPU dapat terlebih dahulu melakukan upaya persuasif sebelum mengambil langkah pidana,” ucap Hendra.
Tren perkara PKPU meningkat di tengah pandemi Covid-19
Rabu, 26 Agustus 2020 / 17:47 WIB
Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praktisi Hukum sekaligus Advokat dari kantor Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen memprediksi perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan dapat meningkat.
"Kemungkinan besar perkara PKPU dan kepailitan akan semakin meningkat tajam dan ini berkorelasi dengan adanya pandemi Covid-19," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Rabu (26/8).
Hendra mengatakan, krisis perusahaan yang menyebabkan PKPU tidak hanya menimpa perusahaan kecil. Akan tetapi juga bisa menimpa perusahaan besar. Hal ini karena aktivitas bisnis perusahaan tidak bisa berjalan normal. Sekalipun pemerintah telah berusaha melonggarkan PSBB agar roda ekonomi dapat bergerak.
"Yang menjadi masalah adalah kita berhadapan dengan pandemi dan cukup banyak perusahaan pada akhirnya harus menghentikan sementara usaha mereka karena karyawan mereka ditemukan positif Covid-19 sehingga lock-down," terang dia.
Hendra menyebut, dalam kondisi normal meningkatkan konsumsi adalah salah satu cara untuk menggerakkan ekonomi atau menjaga pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, saat ini Indonesia dan dunia berhadapan dengan pandemi global.
Ia mengatakan, di tengah ketidakpastian masyarakat harus menabung sehingga konsumsi otomatis berkurang. Sementara anggaran pemerintah sendiri terbatas, baik untuk konsumsi atau memberikan stimulus kepada masyarakat.
Berkaca pada krisis terdahulu, Hendra menyebut, saat hyper inflasi tahun 1966 atau krisis moneter 1997-1998, Indonesia dibantu oleh negara-negara luar sehingga bisa pulih dan ekonomi berakselerasi dengan cepat.
Namun berbeda dengan sekarang, karena pandemi Covid-19 negara-negara luar juga terkena imbasnya dan mengalami masalah resesi di negara mereka sendiri. Tercatat, saat ini saja ada 22 negara mengalami resesi dan kemungkinan akan terus bertambah.
Oleh karena itu, Hendra menilai untuk mengantisipasi efek ke berbagai sektor termasuk peningkatan PKPU, pemerintah harus bisa segera menangani pandemi covid-19.
"Tidak ada cara lain untuk menaikkan kembali ekonomi selain menyelesaikan masalah pandemi covid-19 secara tuntas," kata Hendra.
Bobby R Manalu, pengamat dan praktisi hukum perdata PKPU/Kepailitan yang juga Pengacara dari Kantor Hukum Setiawan Siregar Manalu Partnership (SSMP) mengatakan, PKPU merupakan salah satu opsi hukum yang bisa diambil pengusaha untuk bertahan.
Selain itu, debitur demi hukum diberikan kesempatan menunda pembayaran kepada seluruh krediturnya. PKPU juga menghindarkan potensi konflik tambahan antara debitur dengan krediturnya. Lebih sederhana daripada opsi memaksakan sepihak keberlakuan kondisi force majeure.
"Restrukturisasi melalui PKPU lebih efisien karena debitur tak perlu bernegosiasi satu persatu dengan krediturnya," ujar Bobby.
Mengutip data dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) dari empat pengadilan niaga (PN) yakni PN Jakarta Pusat, PN Medan, PN Semarang dan PN Surabaya tren kasus PKPU tercatat meningkat.
Tercatat selama bulan Agustus saja terdapat 35 perkara baru PKPU dan Kepailitan di PN Jakarta Pusat. 11 perkara baru PKPU dan Kepailitan di PN Semarang, 8 perkara baru PKPU dan Kepailitan di PN Surabaya serta 2 perkara baru PKPU di PN Medan.
https://nasional.kontan.co.id/news/tren-perkara-pkpu-meningkat-di-tengah-pandemi-covid-19
Cegah penyebaran Covid-19, pengadilan diminta maksimalkan penerapan e-court
Senin, 24 Agustus 2020 / 17:23 WIB
Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praktisi Hukum sekaligus Advokat dari Kantor Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen menilai, cepat atau lambat akan ada kasus covid-19 di lingkungan pengadilan. Hal ini karena terdapat potensi terjadinya pelanggaran terhadap protokol kesehatan di lingkungan pengadilan.
Hendra meminta institusi peradilan memaksimalkan pelaksanaan sidang secara online atau penerapan e-court untuk mengantisipasi penyebaran covid-19 di lingkungan pegadilan. Selain itu, harus ada gugus tugas di dalam lingkungan pengadilan untuk menindak dan memberi sanksi seperti denda untuk pengunjung dan pegawai di dalam lingkungan pengadilan yang tidak taat pada protokol kesehatan.
“Ada baiknya pengadilan memaksimalkan penggunaan e-court dan melakukan sidang secara virtual untuk pemeriksaan saksi,” kata Hendra ketika dihubungi, Senin (24/8).
Hendra menekankan, penerapan e-court tidak hanya dilakukan pada perkara pidana. Akan tetapi juga pada perkara perdata. Pentingnya penerapan e-court ini harusnya juga dilakukan pada pengadilan-pengadilan yang berada di zona merah penyebaran covid-19.
Ia mencontohkan, lonjakan pengunjung pengadilan akhir-akhir ini terjadi ketika banyak perusahaan pembiayaan yang memiliki ratusan sampai ribuan nasabah mendatangi pengadilan untuk proses rapat kreditur. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kesehatan orang-orang di dalam pengadilan.
“Ada baiknya pengadilan membatasi rapat kreditur atau melakukan rapat kreditur secara online,” ujar Hendra.
Seperti diketahui, pada pekan lalu salah satu Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terpapar Covid-19. Begitu juga dengan 2 pegawai yang terpapar covid-19 di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Selain itu, belum lama ini juga terdapat 5 pegawai Pengadilan Negeri Denpasar juga terpapar covid-19.
Rencana Mendikbud Buka Sekolah di Luar Zona Hijau Terus Tuai Kritik
Krina Sembiring | Kamis, 30 Juli 2020 - 12:00 WIB
JAKARTA - Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim membuka sekolah untuk mengaktifkan kembali belajar secara tatap muka di luar zona hijau terus menuai kritik. Pasalnya, Nadiem dinilai mengesampingkan keselamatan dan kesehatan para siswa.
Mantan Koordinator pada Direktorat Hukum pada Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin, Hendra Setiawan Boen mengaku tidak paham dengan keputusan tersebut. Data apa yang digunakan oleh pemerintah dan Nadiem Makarim untuk memutuskan bahwa sudah dapat dilakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah pada saat pandemi COVID-19 di Indonesia belum menunjukan penurunan.
"Data terakhir bahkan menyatakan bahwa orang yang terinfeksi COVID-19 terus mengalami kenaikan dan per hari ini ada 104.432 kasus di Indonesia dan muncul 90 kluster perkantoran hanya di Jakarta saja," ujarnya kepada SINDOnews, Kamis (30/7/2020).
Menurutnya, data di atas adalah data resmi sehingga masih terbuka kemungkinan jumlah yang tidak terdeteksi jauh lebih banyak. Misalnya pada saat data resmi pemerintah menunjukkan terdapat korban meninggal sebanyak 2.276 orang, ternyata ditmukan data dari rumah sakit yang menanggani pasien COVID-19 di seluruh Indonesia bahwa orang meninggal sebenarnya sudah berjumlah 13.885 orang atau lebih dari empat kali lipat angka kematian yang diumumkan.
"Kenaikan klaster virus corona di puluhan kantor sejak PSBB dilonggarkan pada tanggal 4 Juni 2020 juga membuktikan bahwa protokol kesehatan yang diterapkan pada semua perkantoran, termasuk menurunkan kapasitas ruangan menjadi hanya 50% hanya dapat menekan angka orang yang akan terinfeksi tapi tidak dapat menghalangi kenaikan," jelasnya.
Dia melanjutkan orang-orang di kantor yang sudah bekerja adalah orang-orang yang sudah dewasa dan seharusnya lebih disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan tapi mereka masih tetap kena. Bagaimana dengan anak-anak yang tentunya tidak akan sedisiplin orang dewasa.
"Di dalam sekolah mereka dapat dipaksa melakukan protokol kesehatan dengan ketat, tapi apa ada jaminan begitu mereka keluar sekolah akan juga melakukan protokol kesehatan? Orang dewasa saja tidak bisa dan hal ini merupakan salah satu sebab angka penderita COVID-19 di Indonesia terus naik," tandasnya.
Belum lagi, kata dia, data dari US Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menemukan bahwa virus COVID-19 ini dapat menular melalui udara dan pada ruang tertutup (ruang kelas atau ruang kantor misalnya) ternyata virus ini dapat bertahan di udara selama 16 jam. Dengan kata lain, protokol kesehatan berupa pembatasan kapasitas kelas menjadi 50% tidak akan efektif menghindari sekolah menjadi klaster baru COVID-19 apabila ada satu saja anak tanpa gejala yang bersekolah dan menyebabkan virus tersebut melayang di ruang kelas.
"Apakah Nadiem Makarim mampu bertanggung jawab secara moral apabila muncul puluhan atau ratusan klaster dari sekolah dengan kemungkinan muncul korban jiwa massal atas kebijakannya membuka sekolah di luar zona hijau? Jangan pula menggantungkan pembuatan kebijakan berdasarkan hasil survei tidak berdasar untuk membenarkan pembukaan sekolah. Ingat, LSI Denny JA pernah mengeluarkan survei bahwa wabah Corona akan selesai Juni 2020. Sekarang terbukti, survei tersebut bukan saja salah besar tapi juga menyesatkan," tegas hendra.
Dia kembali menegaksan dalam hal apapun sekolah tidak boleh dibuka di luar zona hijau sampai masalah COVID-19 selesai. Dia menilai sistem belajar jarak jauh sudah benar. Bahwa ada masalah anak-anak yang tidak punya akses internet maupun gawai, maka hal tersebut harus diatasi agar memastikan mereka bisa mengakses internet dan gawai untuk belajar jarak jauh.
"Bukankah dana Program Organisasi Penggerak (POP) yang ratusan miliar tersebut dapat digunakan untuk pengadaan internet dan gawai bagi peserta didik yang tidak mampu? Kebosanan anak di rumah juga bukan alasan. Lebih baik anak bosan di rumah daripada masa depan mereka rusak atau bahkan mereka kehilangan nyawa akibat terjangkit COVID-19. Benar begitu Pak Nadiem?" tutupnya.
Perkara PKPU terus meningkat, praktisi hukum: Pertanda ekonomi memasuki resesi
Senin, 06 April 2020 / 12:12 WIB
Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang Januari 2020 hingga Maret 2020, jumlah perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tercatat meningkat dibanding periode yang sama pada tahun lalu.
Mengutip data dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) dari 5 pengadilan niaga (PN) yakni PN Jakarta Pusat, PN Medan, PN Semarang, PN Surabaya dan PN Makassar, tren kasus PKPU tercatat meningkat.
Jika pada Januari 2019 hingga Maret 2019 terdapat 104 perkara PKPU. Sedangkan, pada Januari 2020 hingga Maret 2020 terdapat 116 perkara PKPU.
Sementara, pada Januari 2019 hingga Maret 2019 terdapat 39 perkara kepailitan. Sedangkan, pada Januari 2020 hingga Maret 2020 terdapat 27 perkara kepailitan.
Praktisi Hukum sekaligus Advokat dari kantor Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen mengatakan, meningkatnya perkara PKPU dan kepailitan kemungkinan karena ekonomi dunia sudah memasuki resesi dan Indonesia terkena imbasnya.
Hal ini ditambah akibat karena adanya pandemi virus corona (Covid-19).
"Sebelum resesi karena corona saja ekonomi Indonesia sudah tidak bagus sebenarnya sehingga melahirkan beberapa masalah pembayaran dan utang piutang. Dengan adanya covid-19, tidak heran kalau angkanya (PKPU) meningkat tajam," kata Hendra kepada Kontan, Senin (6/4).
Hendra memprediksi perkara PKPU dan kepailitan akan semakin meningkat. Hal ini ada korelasi dengan memburuknya ekonomi akibat banyak faktor sehingga kasus tagihan macet otomatis juga meningkat.
Lebih lanjut, Ia mengatakan, Pemerintah harus menghentikan pandemi covid-19 terlebih dahulu. Sebab, selama pandemi masih ada maka ekonomi akan susah bergerak normal.
Menurut Hendra, untuk menyelesaikan masalah pandemi yang dilakukan oleh pemerintah sekarang dengan pembatasan sosial skala besar dinilai tidak cukup efektif. Apalagi kemudian sekedar menghimbau rakyat tidak mudik.
Hendra menyatakan, pemerintah harus berani melakukan karantina wilayah yang memang terdampak untuk menurunkan kurva penularan secara drastis.
"Faktanya di negara-negara yang menerapkan karantina wilayah atau lockdown berhasil menurunkan angka penyebaran covid-19. Kalau India sempat kacau maka itu hanya satu kasus. di Wuhan, Spanyol, Italia dan lainnya, angka penyebaran sudah turun," ujar Hendra.
Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jamaslin James Purba mengatakan, banyaknya pelaku usaha menempuh jalur PKPU, berarti kepercayaan pelaku usaha meningkat terhadap Pengadilan Niaga.
Menurut dia, Pengadilan Niaga lebih efektif dibandingkan dengan lembaga lain untuk menyelesaikan sengketa bisnis seperti Pengadilan umum maupun Arbitrase (dalam hal menuntut hak).
"Lambatnya proses penyelesaian perkara di pengadilan umum dan panjangnya proses pengadilan mulai dari tingkat PN (Pengadilan Negeri) sampai MA (Mahkamah Agung) membuat pencari keadilan memilih Pengadilan Niaga, karena untuk PKPU maksimal 20 hari sudah ada putusan pengadilan," kata James.
Lebih lanjut, James berpendapat, jika kondisi perekonomian nasional membuat kondisi bisnis menjadi lesu, maka akan berakibat pada banyak debitur yang gagal bayar.
"Konsekuensinya bisa mengakibatkan banyak sengketa bisnis termasuk makin banyaknya perkara di Pengadilan Niaga," tutur James.
Nasib KPPU di RUU Cipta Kerja
Wasit Persaingan Usaha Bakal Kehilangan Semprit Sanksi dan Denda
Vendy Yhulia Susanto, Syamsul Ashar
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga berstatus anak kandung reformasi bakal bernasib sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bila KPK kini punya Dewan Pengawas, maka KPPU tak punya kewenangan untuk menetapkan sanksi denda untuk berbagai kasus monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pengenaan denda bisa dibatalkan oleh pengadilan niaga.
Lembaga pengawas persaingan usaha bakal menjadi macan ompong. Seperti kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pemerintah mempreteli kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sehingga hanya menjadi simbol lembaga anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah akan memberangus seluruh kewenangan yang selama ini dimiliki KPPU.
Beleid ini memangkas semua sanksi yang sebelumnya menjadi kewenangan dari KPPU. Dengan penghapusasn sanksi, maka pelanggaran atas persaingan usaha tidak sehat di Indonesia akan lebih leluasa.
Berdasarkan draft RUU Cipta Kerja, jenis pelanggaran seperti kartel baik vertikal maupun horizontal, integrase vertical, praktek monopoli, monopsoni dan penguasaan pasar, juga berpotensi lolos dari jerat pidana denda yang selama ini berlaku.
Padahal, dalam Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat yang berlaku sekarang menetapkan denda pidana paling rendah Rp. 1miliar dan paling tinggi 25 miliar.
Selain soal sanksi, beleid ini juga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha yang menjadi terlapor KPPU dan mengajukan keberatan. Pasalnya bila pada UU 5/1999, Mahkamah Agung (MA) diberikan waktu maksimal 30 hari untuk memutuskan di tingkat kasasi, maka ketentuan ini akan dihapus sehingga perkara ini berpotensi menggantung lama.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyatakan, perubahan denda di UU 5/1999 ini bertujuan mengontrol lembaga tersebut. Pasalnya lembaga ini memiliki kewenangan yang cukup besar, yakni melakukan investigasi atas inisiatif sendiri suatu kasus persaingan usaha, lalu hakim yang mengadili berasal dari mereka sendiri dan membuat keputusan sanksi sendiri.
Hal inilah yang menurut Airlangga akan dirasionalisasikan. “Ada yang ditambah ada yang dikurangkan, karena UU Persaingan usaha ini kan eksesif. Sementara yang diurusi bukan transaksi korporasi besar melainkan urusan tender-menender yang nilainya kecil. Ini yang tidak terjadi di negara-negara lain.” Kata Airlangga (17/2).
Praktisi hukum sekaligus Advokat pada kantor Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen mengatakan, langkah pemerintah untuk menurunkan dan menghapus denda yang bisa dikenakan dalam perkara anti monopoli tidak tepat. Pasalnya, hal ini tidak akan memberikan efek jera kepada pelaku usaha yang memang melakukan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia.
“Saya cenderung berpendapat RUU Cipta Kerja memangkas kewenangan KPPU untuk menetapkan denda pada perkara monopoli dan menyerahkan kepada pengadilan. Di sini berarti KPPU tidak lagi bisa seolah-olah sebagai hakim pada tingkat pertama melainkan hanya terbatas bertindak sebagai penyidik dan penuntut di pengadilan,” uangkap Hendra kepada KONTAN, Senin (24/2).
Menurutnya, kewenangan KPPU selama ini memang terlalu besar dan tidak jelas. Mereka adalah penyidik, penuntut, sekaligus hakim dan sering bertindak melampaui kewenangan yang diberikan dalam peraturan perundang-undangan dengan memperluas dan memaknai sendiri bunyi pasal-pasal UU 5/1999 melalui berbagai peraturan KPPU. Alhasil semua ini membuat KPPU menjadi superbody.
Hendra menilai pembenahan kewenangan KPPU mungkin lebih baik ketimbang memangkas sanksi denda. Fungsi legislatif, yudikatif dan eksekutif yang dilaksanakan oleh KPPU tidak efektif, maka tidak heran banyak putusan KPPU kandas di pengadilan.
Koran Kontan, 25 02 2020
Selasa, 03 Desember 2019 | 02:09 WIB
Tak Kunjung Bayar, BEN Siap Pailitkan Tonsco
INILAHCOM, Jakarta - PT Bahari Eka Nusantara (BEN), sebuah perusahaan nasional bidang keagenan kapal, merasa dirugikan saat menjalin kerja sama bisnis dengan PT Tonsco International (Tonsco).
Ya, kerugian yang diderita BEN lantaran Tonsco tak segera melunasi pembayaran keagenan kapal senilai Rp2,8 miliar. "Atas kejadian ini, BEN menggugat wanprestasi terhadap Tonsco. Kami sudah daftarkan ke PN Jakarta Selatan dengan nomor perkara 895/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel," papar Hendra setiawan Boen, selaku kuasa BEN di Jakarta, Senin (2/12/2019).
Dibeberkan Hendra, tungakan ini berawal dari penunjukan Tonsco kepada BEN untuk menjadi agen kapal Tonsco yang bernama SV Surf perdana selama berlabuh di Batam dan Surabaya (Jawa Timur). Kerja sama bisnis ini berdasarkan surat perintah kerja (purchase order) dari surat penunjukan keagenan di Batam dan Surabaya yang dikeluarkan Tonsco. "Ketika pekerjaan sudah selesai, BEN menagih pembayaran. Di sinilah muncul masalah. Tonsco mengelak dan menolak pembayaran," paparnya.
Sebelum mengajukan gugatan wanprestasi, kata dia, BEN mencoba itikad baik dengan melayangkan surat, menghubungi secara lisan, meminta tanggapan hingga mengajak untuk menggelar pertemuan guna membicarakan masalah ini.
Alih-alih masalah kelar, BEN justru harus kembali menelan kekecewaan. Bahkan, surat teguran kepada Tonsco agar segera melunasi pembayaran, tidak pernah digubris. "Tercatat empat surat dilayangkan, tetapi tidak ada respons positif," ungkapnya.
Benar juga. Panggilan dari pihak pengadilan, kepada direktur Tonsco untuk mediasi, juga tidak bisa terealisasi. Menunjukkan memang tidak ada itikad baik dari pihak Tonsco. "Kami akan terus memperjuangkan hak-hak BEN. Termasuk mencadangkan rencana gugatan pailit terhadap Tonsco jika masalah ini tak segera diselesaikan," tegasnya. [ipe]
https://m.inilah.com/news/detail/2556174/tak-kunjung-bayar-ben-siap-pailitkan-tonsco
MA Larang PK Kasus Persaingan Usaha
Selasa, 04 September 2019 - Vendy Susanto
JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) membuat terobosan baru dalam pengurusan perkara persaingan usaha tidak sehat. Melalui Peraturan MA No. 3 Tahun 2019, MA membatasi upaya hukum terlapor dalam perkara persaingan usaha tidak sehat yang ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pada pasal 15 beleid baru MA bertajuk tata cara pengajuan keberatan terhadap putusan KPPU menyatakan terlapor dan KPPU hanya boleh mengajukan upaya hukum kasasi sebagai upaya terakhir. Artinya tidak ada lagi Peninjauan Kembali (PK). Aturan baru ini berlaku terhitung pada putusan yang dikeluarkan oleh MA diundangkannya Perma No. 3/2019 yakni per 20 Agustus 2019 lalu.
Kepala Biro Hukum KPPU Ima Damayati mengatakan, Perma tersebut menyempurnakan Perma Nomor 3 Tahun 2995. "Dengan demikian proses (penanganan perkara) lebih efisien dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak," ujarnya Selasa (3/9).
Asal tahu saja, dengan tak adanya proses PK yang diajukan terlapor, maka kini kedudukan KPPU dan terlapor setara. Sebelumnya, hanya terlapor yang boleh mengajukan PK sementara KPPU yang tak memiliki hak untuk mengajukan PK, sehingga dianggap tidak setara.
Ambil contoh kasus dugaan kartel sepeda motor skuter matik (skutik) yang melibatkan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dengan PT Astra Honda Motor (AHM) diputus KPPU pada 20 Februari 2017 lalu dan hingga kini belum usai meski MA telah menolak permohonan kasasi kedua perusahaan ini pada 23 April 2019 lalu.
Praktisi Hukum Perdata sekaligus Advokat Hendra Setiawan Boen tidak setuju dengan pembatasan upaya hukum hanya pada tingkat kasasi. "Padahal tak jarang terlapor yang kalah di tingkat kasasi justru bisa menang ketika menempuh upaya PK karena berhasil menemukan bukti baru," kata Hendra.
Hendra menilai, MA tak boleh menghilangkan hak terlapor mengajukan PK. Hal ini sama saja menghilangkan hak pelaku usaha dalam memberi koreksi atas putusan kasasi yang dianggap keliru.
Koran Kontan, 4 September 2019
Pemerintah Diminta Tindak Pengimpor Ilegal Alat Penanganan Tumpahan Minyak
Senin, 2 September 2019 | 15:26 WIB
Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah diminta menindak tegas pengimpor ilegal alat penanganan tumpahan minyak. Hal itu untuk memberi jaminan hukum dan kepastian usaha bagi dunia usaha di Tanah Air.
“Kami berharap pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan serta KPK memeriksa Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (BC) Tipe A Tanjung Priok karena diduga mengizinkan barang Desmi Ro-Clean yang diimpor secara tanpa hak oleh pihak ketiga ke Indonesia,” ujar Hendra Setiawan Boen dari Kantor Hukum Frans & Setiawan, mewakili PT Meredian Khatulistiwa (Meredian), dalam keterangan tertulisnya yang diterima Beritasatu, Senin (2/9/2019)
Meredian merupakan perusahaan nasional distributor satu-satunya Desmi Ro-Clean di Indonesia. Perusahaan yang berdiri pada 1986 ini memiliki kegiatan usaha menyediakan alat dan konsultan untuk mengatasi tumpahan minyak di Indonesia.
Hendra mengatakan, Meredian telah mengirim surat keberatan karena importasi itu telah melanggar haknya.
“Untuk menjaga mutu, pencapaian, dan pertumbuhan di bidang tumpahan minyak, sejak pendiriannya, Meredian telah menjadi agen ekslusif untuk Desmi Ro- Clean A/S yang merupakan perusahaan manufaktur terkemuka asal Denmark, produsen alat untuk mengatasi tumpahan minyak berskala internasional,” tutur dia.
Ditambahkan, dengan pengalaman di bidang penanggulangan tumpahan minyak lebih dari 30 tahun, Meredian memiliki nama baik yang sangat dihormati dikarenakan kejujuran dan berbagai prestasi di bidang usahanya.
“Sebagai perusahaan nasional, telah menjadi kebijakan dan komitmen Meredian untuk selalu patuh pada peraturan perundang-undangan, menjunjung tinggi praktik bisnis yang baik, dan memberi sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tutur dia.
Karena itulah, tambah Hendra, Meredian akan melindungi setiap hak atas kekayaan intelektual termasuk produk penanggulangan tumpahan minyak, baik saat ini maupun mendatang.
Dijelaskan, Meredian perlu meminta ketegasan kepada Pemerintah RI dan perhatian masyarakat luas agar mengetahui fakta yang sebenarnya, yaitu terdapat tindakan BC Tanjung Priok mengizinkan barang Desmi Ro-Clean yang bukan diedarkan oleh Meredian untuk masuk ke Indonesia.
“Ini merugikan Meredian, selaku perusahaan nasional yang ditunjuk secara resmi mengedarkan dan menjual produk pengendalian tumpahan minyak Desmi Ro-Clean di wilayah Indonesia,” papar dia.
Ditambahkan, Meredian memberikan peringatan untuk terakhir kali kepada khalayak ramai, instansi pemerintah manapun, untuk tidak mengeluarkan izin, persetujuan, atau pengakuan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun yang melakukan impor produk pengendalian tumpahan minyak Desmi Ro-Clean.
Pihaknya juga memperingatkan pihak-pihak yang secara tanpa hak melakukan impor produk pengendalian tumpahan minyak Desmi Ro-Clean untuk segera menghentikan importasi produk pengendalian tumpahan minyak itu. Termasuk segera melakukan re-export produk yang melanggar dan merugikan Meredian itu ke negara asal.
MA diminta siapkan infrastruktur pendukung secara merata sebelum terapkan e-litigasi
Senin, 19 Agustus 2019 / 17:20 WIB
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) diminta untuk menyiapkan infrastruktur pendukung agar penerapan e-litigasi dapat berjalan dengan baik di setiap daerah.
Pengacara dari Kantor Frans dan Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen mengatakan, ide dasar e-litigasi cukup bagus dan harus didukung. Namun, masih perlu ditunggu penerapannya karena menurut dia, infrastruktur penunjang e-litigasi di Indonesia secara umum belum merata.
"Jadi belum tentu proses e-litigasi di pengadilan luar Jakarta akan selancar bila dilakukan di pengadilan wilayah Jabodetabek," kata Hendra ketika dihubungi, Senin (19/8).
Selain itu, dirinya memperhatikan masih banyak website beberapa pengadilan yang masih perlu diperbaiki karena tidak jarang ditemukan sistem informasi penelusuran perkara/sipp tidak up to date atau malah down.
Hendra bilang, masih banyak pekerjaan rumah dari mahkamah agung sebelum e-litigasi bisa sepenuhnya diterapkan. "Harus matang dulu di level infrastruktur pendukung dan tentu saja harus pelan-pelan membiasakan seluruh advokat di Indonesia untuk beracara dengan e-litigasi," ujar dia.
Sementara itu, Suryani, Pengacara dari Kantor Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Wira Dharma Perwakilan Jakarta 1, menilai, sistem administrasi perkara secara elektronik atau e-litigasi sebagaimana diatur pada Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 2019 sudah bagus.
Selain untuk tujuan meminimalisir pelanggaran etik di Pengadilan, e-litigasi diyakini mampu meminimalisir pihak penggugat yang tidak beritikad baik.
Contohnya, dengan adanya e-litigasi ini diyakini tidak ada lagi penanganan perkara yang digugat berulang kali untuk sengketa yang subjek maupun objek hukumnya sama. Sebab, dalam sistem e-litigasi diharuskan mengisi formulir elektronik pernyataan pihak yang akan mengajukan gugatan bahwa gugatan belum pernah diajukan sebelumnya.
sementara itu, Ketua MA Hatta Ali mengatakan, infrastruktur pendukung penerapan e-litigasi sudah disiapkan. MA menargetkan semua pengadilan tingkat pertama akan menerapkan e-litigasi pada 2020.
Saat ini, MA telah menunjuk 13 satuan kerja untuk mendapatkan pelatihan dan asistensi terkait penerapan e-litigasi. Yaitu, 3 pengadilan tata usaha negara, 4 pengadilan agama, dan 6 pengadilan negeri.
Reporter: Yusuf Imam Santoso
Editor: Yoyok
Klaim Merugi Rp238 Miliar, PT Protasco Lapor Balik ke Polisi
Oleh: Puguh Hariyanto Sabtu, 26 Januari 2019
JAKARTA - Kasus saling lapor ke kepolisian terjadi. Kali ini menyangkut persoalan yang melibatkan PT Protasco Berhad dan PT Anglo Slavic Utama (ASU).
PT Protasco Berhad pada 22 Desember 2018 telah melaporkan PT ASU, dan dua orang warga negara Malaysia, Larry Tey Por Yee dan Adrian Ooi Kock Aun ke Polda Metro Jaya.
Berdasarkan keterangan pers Setiawan & Partners Law Offices, kuasa hukum PT Prostasco Berhad, ketiga pihak itu telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan teregister dengan nomor laporan LP/7062/XII/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus atas dugaan tindak pidana pemalsuan dan/atau penipuan dan/atau penggelapan dan/atau tindak pidana pencucian uang.
"Adapun kerugian Protasco dalam perkara ini diperkirakan sebesar RM 68.393.170,00 yang apabila dirupiahkan akan menjadi Rp. 238.000.000.000,00," tulis Setiawan & Partners Law Offices, dalam siaran persnya kepada SINDOnews, Sabtu (26/1/2019).
Sebelumnya, pengusaha asal Malaysia, Dato 'Sri Chong Ket Pen, dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh PT Anglo Slavic Utama (ASU), perusahaan induk investasi minyak dan gas Indonesia, dalam kasus dugaan penipuan dan pemalsuan dokumen. PT ASU mengajukan laporan polisi atas kerugian yang dialaminya sebesar Rp480 miliar.
Dijelaskannya, perkara ini bermula ketika Larry Tey Por Yee dan/atau Adrian Ooi Kock Aun yang saat itu adalah anggota dewan direksi Protasco menawarkan kepada Protasco untuk mengambil alih hak pengelolaan sumur migas milik PT ASU yang berlokasi di Kuala Simpang, Aceh, Indonesia.
Akhirnya Protasco menandatangani sejumlah perjanjian dan mentransfer uang muka sebesar RM 68.393.170,00 ke rekening PT ASU. Belakangan transaksi tersebut bermasalah, termasuk Protasco menemukan dugaan dan saksi kunci bahwa PT ASU adalah perusahaan Indonesia yang dikendalikan Larry Tey Por Yee dan/atau Adrian Ooi Kock Aun.
"Sebagai anggota dewan direksi Protasco, Larry Tey Por Yee dan/atau Adrian Ooi Kock Aun tidak boleh memiliki benturan kepentingan dengan Protasco, dan apabila ada harus menyampaikan kepada perusahaan," tulis siaran pers PT Prostasco.
PT Prostasco menjelaskan, Larry Tey Por Yee dan/atau Adrian Ooi Kock Aun tidak pernah menyampaikan kepentingan mereka di dalam PT ASU. Bahkan pada tanggal 25 Juli 2014, keduanya menandatangani surat pernyataan bahwa mereka tidak memiliki kepentingan apapun di dalam PT ASU, termasuk direksi dan pemegang saham PT ASU.
Untuk itu, mereka pada 28 November 2014 dipecat oleh 95% pemegang saham yang hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham Protasco karena diduga telah melakukan serangkaian tindakan yang merugikan Protasco dan bertentangan dengan kewajiban mereka sebagai anggota dewan direksi Protasco.
Sejak akhir 2014, Protasco telah melakukan serangkaian upaya hukum baik secara perdata dan pidana di Malaysia dan Indonesia terhadap PT ASU, Larry Tey Por Yee dan/atau Adrian Ooi Kock Aun untuk mendapatkan kembali uang muka yang pernah ditransfer ke rekening PT ASU.
Terkait dengan hal ini, persidangan perkara perdata dengan pemeriksaan saksi-saksi kunci akan berlangsung di Malaysia dari tanggal 18 February 2019 sampai dengan 1 Maret 2019.
"Patut diduga untuk menekan saksi-saksi kunci dari Protasco yang sebelumnya bekerja di PT ASU, Larry Tey Por Yee dan/atau Adrian Ooi Kock Aun melalui anak buah mereka di Indonesia (nominee) telah membuat dua laporan polisi di Bareskrim atas dugaan membuat pernyataan palsu di bawah sumpah dan penipuan," tulisnya.
Menurut PT Prostasco, atas laporan tersebut, Bareskrim telah menghentikan kedua laporan karena pelapor tidak sanggup membuktikan tuduhan mereka. Dengan demikian, secara hukum, mereka tidak dapat lagi membuat laporan di kantor polisi manapun sepanjang terkait perkara ini karena Bareskrim sudah pernah memeriksanya.
(dam)
Soal Meme Ma’ruf Amin, Dewan Pers: Permasalahan TKN dan Tirto Sudah Selesai
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo menerbitkan surat bernomor 01/Pernyataan-DP/III/2019 tentang Pengaduan Hendra Setiawan atas nama TKN (Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf) terhadap media siber Tirto.id tertanggal 28 Maret 2019.
Isinya menyatakan permasalahan Tirto dan TKN sudah selesai setelah melalui proses mediasi di Dewan Pers.
“Dewan Pers selesai memproses pengaduan Hendra Setiawan, Tim Direktorat Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin terhadap Tirto.id terkait meme Ma’ruf Amin dalam debat Cawapres Pilpres 2019 pada 17 Maret 2019,” sebut Yosep Adi Prasetyo dalam surat resminya.
Surat resmi tersebut diterima Tirto pada 30 Maret 2019 jelang dilaksanakan debat keempat antara Capres Joko Widodo dan Prabowo.
Yosep Adi Prasetyo yang biasa disapa Stanley menjelaskan, dalam surat tersebut menyampaikan penilaian atas aduan yang ada.
Pertama, akun resmi media sosial teradu (Tirto.id), merupakan bagian integral dari newsroom, karena konten yang dihasilkan dan diunggah di akun tersebut dibuat dan dikelola dengan mengacu pada proses kerja jurnalistik dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Penilaian kedua dalam surat ini, menyebut meme yang dipersoalkan pengadu melanggar Pasal 1 dan 3 KEJ, karena tidak akurat dan mengandung opini yang menghakimi.
Dalam penilaian ketiga oleh Dewan Pers, Tirto.id dengan segera mencabut meme yang dipersoalkan disertai permintaan maaf kepada pihak-pihak yang dirugikan sesuai Pasal 10 KEJ.
"Pengadu dan teradu dengan difasilitasi Dewan Pers telah mengadakan konferensi pers tanggal 22 Maret 2019 di Ruang Sabam Leo Batubara, Dewan Pers. Sesuai permintaan pengadu, dalam konferensi pers, teradu telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada TKN Jokowi-Ma’ruf dan pihak-pihak yang dirugikan serta masyarakat. Dengan demikian pengaduan ini dinyatakan selesai," tulis Yosep, dalam suratnya ke redaksi Tirto, Jumat (29/3/2019).
Pengaduan TKN kepada Dewan Pers pada 19 Maret 2019. Dewan Pers lalu memediasi TKN dengan Tirto.id pada 22 Maret 2019.
Dalam forum itu, Dewan Pers mengklarifikasi kepada pengadu dan teradu. Kemudian, dilanjutkan konferensi pers dan permintaan maaf terbuka. Sepekan setelahnya, Dewan Pers menyatakan aduan telah selesai.
Dalam artikel permintaan maaf Tirto.id, meme yang diaduan adalah penggalan kalimat “zina [bisa] dilegalisir” diucapkan Ma’ruf Amin sebagai salah satu contoh hoaks yang diarahkan kepada pasangan Jokowi-Ma’ruf (selain azan dilarang dan Kementerian Agama dibubarkan).
Penggalan kalimat itu sebenarnya didahului oleh pernyataan (1) pentingnya memerangi hoaks karena membahayakan tatanan bangsa dan dilanjutkan dengan pernyataan (2) bahwa Ma’ruf Amin bersumpah akan melawan semua usaha untuk merealisasikan hoaks-hoaks itu.
Namun karena pernyataan sebelum dan setelahnya dipotong, dan yang dikutip hanya soal zina bisa dilegalisir, maka konteks klarifikasi yang sedang dilakukan Ma’ruf menjadi raib.
Akibatnya, parafrase ucapan ibu-ibu di Cikarang yang pernah ramai seolah jadi pernyataan Ma’ruf Amin. Penggalan ini tidak sesuai dengan kenyataan.
Karena pengadu dan teradu sudah sepakat, juga karena mekanisme hak jawab dan minta maaf sudah dilaksanakan, pengadu menerima dengan juwa besar dan tidak lagi melanjutkan melalui mekanisme pengadilan dengan undang-undang di luar UU 40/1999 tentang Pers. Dan, masalah sudah dinyatakan selesai dengan cara damai.
Pemimpin Redaksi Tirto A Sapto Anggoro, mengaku lega dengan surat yang dikeluarkan oleh Dewan Pers dan disepakati kedua belah pihak, pengadu dan teradu.
Sapto juga menyatakan mengapresiasi kebesaran jiwa TKN dan pihak-pihak yang merasa dirugikan, berjanji tak terjadi di masa datang, dan sepakat dengan banyak pihak bahwa agar Pilpres menjadi pesta demokrasi yang menggembirakan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hasilnya menjadi yang terbaik juga buat bangsa Indonesia.
https://www.tribunnews.com/nasional/2019/03/30/soal-meme-maruf-amin-dewan-pers-permasalahan-tkn-dan-tirto-sudah-selesai.
The Age upayakan damai soal gugatan class action
01 Desember 2011 - 17:53 WIB, Oleh : Andhina Wulandari
JAKARTA: The Age Company Ltd, salah satu media asal Australia akan memaksimalkan upaya perdamaian atas gugatan class action yang dilayangkan sejumlah warga negara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Hal tersebut diungkapkan kuasa hukum The Age, Hendra Setiawan Boen saat ditemui di pengadilan, hari ini.“Kami akan tetap meminta waktu untuk mediasi. Upaya mediasi tersebut akan kami lakukan setelah menyerahkan tanggapan soal legal standing penggugat,” katanya.Namun demikian, dia mengaku siap menghadapi proses peradilan atas perkara tersebut apabila dalam mediasi tidak mencapai perdamaian.
Menurut Hendra, penggugat tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan. Oleh karenanya, lanjutnya, majelis hakim seharusnya menolak gugatan tersebut.“Pekan depan kami akan menanggapi soal legal standing penggugat. Gugatan mereka yang menamakan wakil masyarakat itu terlalu luas, luas banget. Artinya legal standing mereka ini yang harus dipertanyakan,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum penggugat dari Serikat Pengacara Rakyat, M. Maulana Bungaran mengaku tetap berkukuh dengan seluruh dalil gugatannya.“Kami tetap berharap perkara ini dapat diselesaikan melalui jalur hukum. Majelis hakim sudah tidak memberikan kesempatan untuk mediasi di pengadilan karena tergugat tidak lengkap,” katanya.Hari ini, merupakan sidang ketiga sekaligus pemanggilan terakhir ynag dilakukan majelis hakim terhadap para tergugat. Majelis hakim yang diketuai oleh Kasianus Telaumbanua kembali menunda persidangan selama tiga pekan kedepan dengan agenda tanggapan tergugat atas legas standing penggugat.
Dalam persidangan hari ini, The Sydney Morning Herald (SMH) yang merupakan tergugat II tidak juga hadir dalam persidangan. Seperti diketahui, dalam gugatannya penggugat yang mengatasnamakan Serikat Pengacara Rakyat (SPR) tersebut meminta ganti rugi atas tercorengnya nama bangsa Indonesia sebesar US$1 miliar kepada para tergugat.Selain The Age dan The Sydney Morning Herald, penggugat juga menyertakan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta sebagai tergugat III.Gugatan itu terkait dengan pemberitaan The Age edisi Jumat 11 Maret 2011 yang memuat judul Yudhoyono abused power. Menurut penggugat, pemeberitaan The Age tersebut dilakukan dengan mengabaikan hak para pihak (subyek yang diberitakan) sebagaimana prinsip pelaporan berita (tidak berimbang). (bsi)
http://m.bisnis.com/kabar24/read/20111201/16/55113/url
Hitachi Ajukan Rekonvensi
Selasa/22/04/2008 00:00 WIB - Bisnis Indonesia
Jakarta: PT Hitachi Construction Machinery Indonesia (HCMI) mengajukan rekonvensi (gugatan balik) terhadap PT Basuki Pratama Engineering (PT Basuki), terkait dengan sengketa desain industri mesin boiler.
Hal itu disampaikan salah satu kuasa hukum HCMI, Hendra Setiawan Boen kepada majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada persidangan lanjutan yang berlangsung kemarin.
Dalam rekonvensi, Tergugat mengajukan gugatan pembatalan desain industri milik PT Basuki, karena desain industri itu dinilai tidak memenuhi syarat kebaruan. Unsur baru merupakan syarat pokok untuk mendapatkan Hak Desain Industri.
Desain industri PT Basuki, kata Setiawan, tidak baru lagi karena telah diungkapkan dan dipublikasikan sebelum tanggal pendaftaran desain industri tersebut. HCMI meminta majelis hakim untuk membatalkan sertifikat desain industri yang telah dimiliki PT Basuki.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum PT Basuki, Dini C. Tobing, dari kantor hukum Lubis, Santosa & Maulana menolak memberikan komentar saat dimintai keterangannya mengenai rekonvensi ini.
Kemarin, persidangan antara kedua belah pihak kembali digelar di Pengadilan Niaga Jakpus.
Awalnya, PT Basuki menuding HCMI dan 10 Tergugat lainnya telah melakukan pelanggaran terhadap desain industri boiler.
PT Basuki kemudian melayangkan gugatannya di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, yang berujung pada tuntutan ganti rugi materiil dan immateriil Rp. 127,7miliar.
Akan tetapi, kemarin HCMI juga melayangkan gugatan balik terhadap perusahaan tersebut.
Sebelumnya, PT Basuki sempat menolak tudingan HCMI, yang mengatakan desain industri boiler milik Penggugat, berbeda dengan gambar mesin boiler pada sertifikat desain industri.
"Mesin boiler milik PT Basuki sama dengan gambar mesin boiler pada sertifikat desain industri nomor ID 0 009 936-D," kata Dini waktu itu.
Sepuluh Tergugat
Selain HCMI, PT Basuki juga ikut menggugat Shuji Soma, Gunawan Setiadi Martono, Calvin Jonathan Barus, Fauzan, Yoshpat Widiastonto, Agus Riyanto, Aries Sasangka Adi, Muhammad Syukri, Roland Pakpahan dan PT Kertas Blabak.
Sumber: Koran Bisnis Indonesia edisi 22 April 2008
Rabu, 23 Juni 2010
Kata Holiday Tidak Bisa Dimonopoli Sebagai Merek
Kuasa hukum PT Lombok berpendapat jika dibandingkan merek Holiday Inn dan Holiday Inn Resort dengan Holiday Resort Lombok terdapat perbedaan susunan huruf dan bunyi ucapan, perbedaan arti kata, perbedaan tampilan secara keseluruhan.
Sengketa merek Holiday Inn terus berlanjut. Kali ini, giliran PT Lombok Sea Side Cottage selaku tergugat melayangkan jawaban atas gugatan Six Continents Hotels Inc. Kuasa hukum PT Lombok dari Lubis, Santosa & Maulana, dalam jawaban yang disampaikan Senin (21/6) kemarin, menolak pembatalan merek Holiday Resort Lombok. Sebab kata“Holiday” merupakan kata umum dalam bahasa Inggris sehingga tidak bisa dimonopoli.
Sebelumnya, melalui penasihat hukumnya, George Wijoyo & Partners, Six Continents Hotel Inc melayangkan gugatan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perkaranya tercatat No 41/Merek/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. Perusahaan asal Delaware, Amerika Serikat itu merupakan pemilik merek Holiday Inn dan Holiday Inn Resort. Perusahaan tersebut merasa kata “Holiday” merupakan bagian esensial dari merek dagangnya sehingga melarang pihak lain menggunakan kata yang sama.
Hal itu dibantah kuasa hukum PT Lombok. Dalam jawaban diuraikan kata “Holiday”dalam bahasa Inggris berarti hari raya atau hari libur. Begitu juga dengan kata “Inn”yang berarti penginapan atau losmen. Dengan begitu, kedua kata tersebut tidak sepatutnya menjadi hak eksklusif atas merek yang diimplementasikan secara subjektif.
Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sendiri telah menerima pendaftaran merek yang mengandung kata “Holiday” di berbagai kelas. Yakni antara lain, Holiday on Ice, Easy Holiday, Cost Saver Holiday, Flexi Holidays, Holiday Estate, Asia Holiday, Holiday Internastional, Planet Holiday, Emirates Holiday dan Citi Holiday.
Kata umum lain yang terdaftar di Ditjen HKI misalnya kata “Fantasy” pada merek Fantasy Ball, kata Rice pada merek Rice Bubbles dan Rice Theraphy, kata Cola pada merek Coca Cola, Pepsi Cola dan RC Cola. Dengan demikian, kata umum tidak dapat dimonopoli sebagai merek.
Lagipula, sebagaimana didalilkan dalam jawaban tergugat, merek Holiday Inn telah berakhir masa berlakunya sejak 29 Januari 2007. Dengan begitu, Six Continents Hotel Inc tidak berhak atas merek tersebut.
Dalam gugatan dijelaskan, merek Holiday Inn di Indonesia terdaftar sejak 29 Januari 1987 dan kemudian mengalami beberapa kali perpanjangan pendaftaran. Terakhir diperbarui di bawah Agenda No. R 00 2007 000 232 pada 9 Januari 2007 di kelas 16. Sedangkan merek Holiday Inn Resort terdaftar sejak 26 September 1994 dan diperbarui No. IDM000074788 untuk melindungi merek jasa di bidang hotel.
Sementara, merek Holiday Resort Lombok milik PT Lombok Seaside pertama kali terdaftar pada 15 September 2007 di bawah No. IDM000110726. Selain itu terdaftar pula di bawah No. IDM00115786 pada 28 Maret 2007 antara lain untuk melindungi kelas jasa periklanan dan manajemen usaha hotel. Saat yang sama, merek Holiday Resort Lombok terdaftar untuk melindungi kelas jasa pelayanan dalam menyediakan makanan dan minuman, akomodasi, penyewaan penginapan, dll.
Kuasa hukum PT Lombok Hendra Setiawan Boen berpendapat jika dibandingkan merek Holiday Inn dan Holiday Inn Resort dengan Holiday Resort Lombok terdapat perbedaan. Yakni, perbedaan dari sisi susunan huruf dan bunyi ucapan, perbedaan arti kata, perbedaan tampilan secara keseluruhan.
Dengan diterbitkannya sertifikat merek Holiday Resort Lombok yang berlaku sampai 2014 juga menunjukan adanya perbedaan. Selain itu, pendaftaran telah memenuhi syarat administratif dan substantif pendaftaran merek.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c222b079b563/kata-holiday-tidak-bisa-dimonopoli-sebagai-merek
Ketika Kurator Jadi Tumpuan Terakhir Kreditur
Desember 03 / 2017 20:59 WIB
Oleh : Deliana Pradhita Sari
Bisnis.com, JAKARTA — Kali ini, hembusan nafas Hendra Setiawan Boen terasa berat, suaranya pun agak tertahan. Tidak menggebu-gebu dan lantang seperti biasanya.
Hendra merupakan kuasa hukum dari PT Sentosa Segara Mulia Shipping dan PT OSCT Indonesia, salah satu kreditur Petroselat Ltd.
“Kami sudah berusaha maksimal. Harapan kami sekarang ada di kurator,” katanya usai rapat kreditur Petroselat, Kamis (30/11/2017).
Hendra juga siap dengan hal terburuk. Misalnya, tidak mendapatkan pengembalian uang 100%. Dua kliennya memegang tagihan US$1 juta.
Hendra meminta kurator agar bekerja ekstra keras. Tujuannya, agar seluruh kreditur mendapatkan haknya yang selama ini diperjuangkan.
Menurut dia, Petroselat memiliki piutang ke PT PLN (Persero) sebesar US$300.000. Adapun piutang US$100.000 merupakan hak pemerintah, sedangkan sisanya US$200.000 dapat dibayarkan ke kreditur.
“Pokoknya apapun lah jika ada piutang Petroselat ke pihak ketiga tolong ditagihin semua,” ujarnya.
Dia juga membaca adanya opsi sunk cost atau biaya tertanam. Sunk cost dimaknai dengan biaya yang dibenamkan Petroselat dalam masa lampau di suatu proyek.
Apabila suatu wilayah kerja sudah berakhir atau diterminasi pemerintah, sunk cost akan beralih ke kontraktor lain.
Hal itu dinilai Hendra sesuai dengan Permen ESDM No. 47/2017 tentang perubahan atas Permen No.26/2017.
Hendra berharap sunk cost dapat dilimpahkan kepada kontraktor baru di proyek Selat Panjang, Riau. Dengan begitu, kreditur mendapatkan pembayaran utang.
Sementara itu, kuasa hukum Petroselat Rifki Febriadi dari kantor hukum Aji Wijaya & Co berujar aset debitur tidak cukup untuk membayar kewajibannya apabila dinyatakan insolven.
Dalam hal ini, lanjutnya, kepailitan Petroselat dapat dicabut oleh pengadilan sesuai Pasal 18 UU No.37/2004.
Pasal itu berbunyi dalam hal harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan maka pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara jika ada, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar debitor, dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit.
“Nanti selanjutnya biar prinsipal yang memberi komentar,” tuturnya.
Editor : M. Taufikul Basari
http://kabar24.bisnis.com/read/20171203/16/714785/ketika-kurator-jadi-tumpuan-terakhir-kreditur